Saya sebenarnya tak menyangka ketika mendapat undangan Peluncuran Novel Tofi, Perburuan Bintang Sirius dari Surya Edu Gasing. Beberapa bulan sebelumnya saya dan beberapa rekan BBI berkesempatan menjadi first reader untuk novel yang ditulis oleh Prof. Yohanes beserta dua kawannya. Dan ternyata setelah dikonfirmasi dengan kawan BBI (Blogger Buku Indonesia), mereka yang dikirimi draft novel itu juga dikirimi undangan untuk acara di atas. Sayangnya, beberapa kawan yang tinggal di luar kota tidak bisa hadir, dan kawan lainnya di Jakarta tidak bisa absen dari kantor. Walaupun sebenarnya mereka sangat antusias. Tentu saja, untuk para pecinta buku, acara-acara bedah buku, talk show, atau apapun yang berkaitan dengan buku selalu menarik perhatian ^-^.
Jadi, saya ingin berbagi cerita sedikit mengenai Launching Peluncuran Novel Tofi, Perburuan Bintang Sirius. Bertempat di cafe The Cone, Lantai 7, FX-Senayan, acara ini dijadwalkan mulai jam 13.00-16.00.
Tofi adalah novel pertama karya Prof. Yohanes Surya. Cukup membuat pertanyaan, mengapa seorang ilmuwan yang kesehariannya pasti sudah sangat sibuk mau menyempatkan dirinya membuat novel. Apa motif dibelakang lahirnya karya Tofi ini?
Sebelumnya, nama Tofi diambil dari singkatan Tim Olimpiade Fisika Indonesia. Kita tahu bahwa Prof. Yohanes Surya adalah seorang fisikawan. Ia juga aktif membimbing TOFI. Di bawah asuhannya, anak-anak binaan Prof. Yohanes Surya berhasil menyabet medali emas, perak, dan perunggu dalam berbagai kompetisi Sains dan Fisika Internasional.
Nama Tofi kemudian diambil untuk dijadikan salah satu tokoh dalam novel ini.
Dalam presentasi singkatnya, Prof. Yohanes menjelaskan alasan Beliau membuat novel Tofi. Novel Tofi adalah alat perjuangan. Apa yang diperjuangkan? Memperjuangkan visi besar Surya Institute untuk Indonesia Jaya, yaitu Indonesia yang mandiri, aman, maju, dan makmur.
Apa yang melatarbelakangi keinginan terbentuknya Indonesia Mandiri?
Kemudian Prof. Yohanes bercerita latar belakang sejarah dunia.
Abad 13 dan 14, Dunia dikuasai oleh bangsa Mongol, Jengis Khan
Abad 15: Kebangkitan Gajah Mada dan Hayam Wuruk
Abad 16-17: Inggris, Belanda, Spanyol (Negara-negara Barat berkuasa)
Abad 21: China, India (Kembali ke Asia)
Kemudian Prof. Yohanes mempertanyakan, apakah itu artinya kejayaan akan berulang kembali untuk Asia, seperti di abad 13 dan 14? Apakah ini saatnya majapahit baru bangkit kembali?
Menurut Prof. Yohanes ada tanda-tanda kemunculan Majapahit baru, di antaranya:
1. Perekonomian membaik. Menurut data statistik tingkat pendapatan Indonesia mencapai 7% per tahun.
2. 118 juta manusia ada di usia produktif.
3. Mereka percaya diri, dibuktikan dengan keberhasilan Tofi meraih 100 medali di ajang internasional.
4. Sadar bahwa kita memiliki kekayaan alam yang tak habis.
5. Terbentuk Asean State. Adanya 30.000 Ph.d dalam bidang sains dan teknologi.
6. Papua dan daerah-daerah terbelakang bangkit. (Prof. Yohanes bilang jika dulu anak Papua takut bersaing dengan anak Jakarta, sekarang terbalik. Anak Jakarta tahu bahwa saingan terberat mereka dalam kompetisi adalah anak-anak Papua)
7. Metode Gasing (Gampang, Asyik, Menyenangkan)
Karena itulah, melalui novel Tofi, Prof. Yohanes ingin memasyarakan gerakan cinta sains. Kita tahu, sains bisa mengubah peradaban.
Novel Tofi adalah sebuah cerita fiksi yang berlatarbelakang sains. Konsep fisika yang ada di dalamnya adalah fakta. Semisal sepatu nano, sepatu yang membuat pemakainya dapat meloncat beberapa meter. Sepatu ini memang belum ada di pasaran tapi teknologinya sudah ada. Begitu juga dengan pakaian yang membuat pemakainya tak terlihat, dan lain-lain. Namun jangan khawatir, novel ini sangat mudah dicerna. Jangan bayangkan kita akan melihat rumus-rumus fisika atau matematika yang rumit. Sebaliknya fisika dipaparkan dengan sederhana. Di sini juga kamu belajar arti sebuah persahabatan dan kejujuran. Untuk resensi singkat novel ini kamu bisa membacanya di sini.
Novel Tofi ditulis oleh Prof. Yohanes dan dua rekannya, yaitu Ellen Conny dan Sylvia Lim. Menurut Ellen, mereka mempersiapkan waktu 3 tahun untuk menulis novel Tofi. Wow, bukan main, bukan?
Prof. Yohanes sudah mempraktikkan apa yang disampaikan oleh Ibu Sirikit Syah, Direktur Sirikit School of writing yang mengatakan bahwa ilmuwan harus peduli pada masyarakat. Ilmuwan juga sebaiknya bisa menulis hal-hal lain. Tidak ada yang harus digaris batasi antara ilmuwan dan seni. Keduanya harus saling melengkapi. Saya tiba-tiba teringat pada Steve Jobs dan Apple-nya. Kepopuleran Apple adalah karena Jobs mampu mensinergikan sebuah produk teknologi canggih dengan karya seni yang indah.
Kembali ke novel Tofi, ada baiknya para pendidik membaca buku ini. Melalui buku ini kita bisa belajar bagaimana pengajaran dan pendidikan dapat diberikan dengan cara yang menarik dan menyenangkan.
Oya, saya dapat goodie bag loh. Isinya? Novel Tofi, Perburuan Bintang Sirius Jilid 1. Tak lupa, di akhir acara kami meminta tanda tangan Beliau. Dan karena saya mengajak keponakan, maka acara tanda tangan ini biar untuk dia saja… hehe.