Monthly Archives: May 2014

Arti Sosmed untuk Saya

Partner adalah filter bagi saya, dimanapun. Ketika saya menceritakan kepadanya bahwa saya berdebat dengan kawan di sosial media, ia akan mengingatkan karena ia tahu bahwa saya pasti akan menyesali konfrontasi yang terjadi. Memang betul sih :). Tapi tujuan saya sebenarnya bukan untuk berkonfrontasi, saya hanya ingin sekedar mengungkapkan pendapat saya. Itu saja. Tidak pernah ada niatan untuk merasa lebih unggul atau lainnya.

Kata partner, lebih baik bagi saya menulis di blog dan bukan di sana. Sosial media adalah tempat terbatas untuk kita menuangkan pemikiran. Sepertinya saya akan menuruti partner, dan saya akan memulainya di blog ini.

Kita memang hidup dalam ketidaksempurnaan. Maka, kita tidak bisa berharap segalanya berjalan sempurna. Yang bisa kita lakukan adalah membentuk sebuah lingkungan yang baik. Bagaimana caranya? Ini kata partner.

Mulai dari diri sendiri. Dan karena saya sering menggunakan sosial media facebook untuk berbagi maka saya akan memulainya dari sini. Sebenarnya saya sudah mencoba juga, tetapi ada kalanya terbawa arus juga :). Ah, manusia.

Pertama, gunakan facebook untuk berbagi berita, artikel, tulisan yang baik. Tulisan yang mengajak berantem lebih baik tidak perlu di share. Tulisan seputar prestasi remaja-remaja Indonesia, guru berprestasi, dan yang seperti itu layak di share dan di repost, kalau perlu :). Mengapa yang baik? Kata partner, berita buruk akan membuat orang berpikir bahwa, “oh, melakukan itu nggak pp.” Maka, lihat dampaknya.

Berita baik yang disiarkan terus menerus akan mengubah cara pandang kita. Sebagai contoh, Jokowi. Berita seputar Jokowi yang baik akan membuka mata bagi yang lain bahwa kesederhanaan, kejujuran, kerja keras adalah sifat-sifat yang dirindukan dan diimpikan oleh rakyat Indonesia untuk seorang pemimpin. Lihat efeknya. Berbagai media akan mencari tahu dan mengulas pemimpin-pemimpin (yang sebenarnya banyak hanya saja tidak pernah tampil di permukaan karena barangkali selama ini media terlalu sibuk dan asyik dengan berita-berita korupsi dan berita sampah lainnya) dengan karakter serupa. Dan akan banyak calon pemimpin yang terinspirasi dan terdorong untuk menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik.

Kedua, hindari menulis status yang mengundang konfrontasi. Dan juga, komentar yang menyindir atau mengajak berantem. Abaikan saja. Karena, menulis status itu acapkali tidak bisa menggambarkan pemikiran kita sepenuhnya. Kadangkala, informasi sepenggal yang tertangkap itu bisa melahirkan persepsi yang berbeda. Jangankan tulisan, berkomunikasi lisan saja kita seringkali salah menafsirkan.

Ketiga, pamerkan saja foto koleksi tanaman dan buku :).
Kata seorang pakar, untuk mempengaruhi orang lain itu mudah. Masa? Hehe.

Mau tahu trik saya untuk memancing murid-murid memiliki ketertarikan pada bacaan? Begini, di sela-sela jam mengajar saya sering menceritakan tokoh-tokoh terkemuka. Karena mata pelajaran yang saya ampu adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi, maka saya akan bercerita tentang tokoh pencipta facebook, google, tokoh-tokoh IT dan berita terbaru dunia IT yang semuanya saya peroleh dari buku bacaan. Sambil bercerita tak lupa berikan judul bukunya.

Nah, demikian juga di sosial media. Saya seringkali memasang foto buku yang sedang saya baca atau saya koleksi. Selain itu, saya juga suka menulis kutipan dari buku-buku yang sedang saya baca. Cara ini memudahkan saya ketika membuat review buku tersebut nanti. Saya pun ada kalanya tertarik dengan sebuah buku oleh karena status kutipan sebuah buku yang dibuat oleh kawan-kawan saya.

Ingin mengajak orang lain peduli lingkungan? Pasang saja foto koleksi tanaman kita. Selanjutnya, akan banyak kawan-kawan kita yang tergerak untuk memulai berkebun.

Ya, kita semua saling mempengaruhi. Selama mempengaruhi untuk hal-hal baik, tak apa, bukan? 🙂

Jadi, kembali lagi, pada akhirnya nasihat yang berhasil itu adalah teladan.

Mari kita memperbaiki diri selalu untuk menjadi lebih baik. Kalau sesekali kita khilaf itu adalah manusiawi. Sangat manusiawi malah, kita kan bukan malaikat. Aneh nanti kalau tidak pernah melakukan kesalahan, dan itu tidak akan mungkin selama kita menjadi manusia 🙂

Budi Pekerti

Tengah malam tadi saya berbincang-bincang dengan partner. Tema obrolan kami mengenai budi pekerti.

Di Indonesia, budi pekerti erat dikaitkan dengan agama. Sementara, menurut dia, budi pekerti adalah sains. Budi pekerti bekerja seperti sebuah ekosistim.

Maksudnya?

Menurut Wikipedia, ekosistim adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Atau bisa dikatakan juga tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi.

Begini, misalkan saya seorang siswa. Saya memperoleh nilai bagus hasil mencontek. Dengan nilai bagus saya mendapatkan sekolah yang baik dan pada akhirnya pekerjaan bagus. Di dalam bekerja, saya menjadi pengambil keputusan untuk proyek-proyek besar. Saya bernegosiasi dan melakukan praktik-praktik kecurangan untuk mendapatkan keuntungan besar untuk diri saya sendiri. Saya sukses dan kaya dengan hasil kecurangan-kecurangan yang sudah biasa saya lakukan tadi. Sekarang, mari kita lihat, siapa yang dirugikan? Perusahaan, proyek-proyek, lingkungan sekitar? Apa hanya itu saja? Tentu tidak, perekonomian negara pun akan berpengaruh. Dan ketika perekonomian negara hancur, siapa yang menderita? Kita semua.

Sementara, barangkali, si koruptor tidak terlalu merasakan dampak dari perbuatannya. Ia, selain dipenjara, mungkin masih bisa hidup nyaman juga.

Sekarang, bagaimana kalau kita balik? Saya bekerja jujur, bekerja keras dan tekun. Dengan kinerja yang baik maka sistim di tempat saya memperoleh keuntungan yang pada akhirnya memperbaiki perekonomian negara secara menyeluruh. Saya kaya dan sukses. Demikian juga dengan orang lain. Mereka pun akan merasakan dampak dari sebuah sistim yang terbentuk dengan bagus. Kalau kata partner, tumbuh dan besar bersama-sama. (Serupa dengan pemikiran koperasinya Bung Hatta).

Saya kemudian teringat pada sebuah film, judulnya Pay it Forward. Lakukan sebuah kebaikan maka kebaikan itu akan menulari banyak orang. Pun demikian keburukan. Satu keburukan, dampaknya tidak hanya kembali kepada yang melakukan keburukan tetapi menyeluruh, kita semua menanggungnya.

Begitulah.

Tomat Ranti

Seperti pepatah Jawa, witing tresno jalaran soko kulino, begitu pula hubungan pertemanan saya dengan tomat ranti :). Mulanya sih biasa saja melihat foto tomat ranti dari kawan-kawan penggemar tanaman sayur dan buah yang berseliweran di wall facebook saya. Saya sudah terlanjur melabelkan bahwa menanam tomat itu sungguh menyebalkan, karena tidak pernah berhasil. Namun, ada juga sedikit ketertarikan untuk menanam tomat ranti yang konon kata teman-teman penggemar tanaman termasuk jenis tomat yang sudah mulai jarang ditemui.

Maka, ketika kemudian saya berhasil menanam sampai memanen tomat timothy, keinginan mencoba menanam jenis tomat lainnya mulai muncul. Kebetulan pada saat bersamaan saya dikirimi benih tomat ranti dari mbak Evyta, kawan sesama penyuka tanaman. Saya semai di gelas plastik bekas minuman. Untuk beberapa lama saya melupakan tomat ranti, sampai kemudian saya menyadari tomat ini sudah tumbuh cukup besar. Wah, senang donk.

Ada dua tomat ranti yang berhasil tumbuh. Satu saya pindahkan ke pot, satunya lagi masih di tempat yang sama. Dan, beberapa hari kemudian sudah muncul bunga-bunga tomat. Tapi, saya sempat melihat kutu putih mulai menyerang tanaman tomat saya. Duh.

Rutinitas yang cukup padat beberapa bulan ini membuat saya sedikit mengabaikan tanaman-tanaman. Dalam arti, pemberian pupuk jarang, pemangkasan juga tidak, dan belum sempat membuat pestisida nabati.

Tentu, sayang donk kalau tanaman ranti saya dikerubuti si kutu putih. Saya pun menyempatkan diri membuat pestisida nabati untuk mengusir hama tanaman tomat dengan mencampur minyak sayur (atau minyak goreng) dan deterjen, lalu mencampurnya dengan 1 liter air. Minyak dan deterjennya sedikit saja. Aduk-aduk lalu semprotkan ke daun atau media tanam.

Yah, semoga saja si tomat ranti bisa berhasil tumbuh sehat dan baik seperti tomat timothy serta berbuah lebat ya 🙂
tomatranti tomatranti2

Santun adalah juga Tujuan Pendidikan

Belum lama seorang teman di facebook men-share tulisan mengenai Etika Ber-SMS dengan Dosen. Tulisan tersebut bisa dibaca di sini. Saya setuju bahwa ada etika ketika kita berkomunikasi dengan siapapun, tidak hanya kepada Guru dan Dosen.

Seperti halnya ketika berhubungan dengan bermasyarakat, kita harus memperhatikan etika, adab, tata krama. Apa yang terjadi kalau di dalam pergaulan sosial manusia tidak lagi mengenal sopan santun? Barangkali kita tidak perlu banyak berbicara, karena peristiwa yang ada di sekitar kita saat ini sudah menjadi bukti dampak dari memudarnya nilai-nilai budi pekerti.

Budi pekerti adalah induk dari segala etika, tata krama, bagaimana berperilaku baik dalam pergaulan.

Ada cerita menarik dari buku Bung Hatta. Hatta kecil pernah menolak sekolah, karena menurut ia sekolah adalah bikinan Belanda. Sang Kakek kemudian mengatakan seperti ini, “Ilmu bukan datang dari orang Belanda, tapi dari Allah. Kita wajib belajar dan bersekolah agar pandai dan berbudi”. (halaman 28, dari sebuah novel. Hatta, Aku Datang karena Sejarah).

Dengan belajar, manusia mendapatkan pengetahuan. Dengan pengetahuan, menurut Helen Keller, seseorang semustinya bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk, mana yang mulia dan tidak. Selaras dengan arti kata budi, yaitu kemampuan untuk membedakan mana yang benar dan salah.

Maka, sangat jelas bukan, bahwa tujuan pendidikan itu tidak hanya menjadikan kamu pandai tapi sejatinya juga berbudi pekerti luhur. Berbudi, dalam kamus bahasa Indonesia artinya mempunyai budi (tabiat dan watak yang baik), mempunyai kebijaksanaan, berakal, berkelakuan baik, murah hati, baik hati.

Jadi, absurd buat saya kalau ada orang berkilah bahwa etika tidak diperlukan dalam pergaulan di masyarakat. Apalagi, untuk kasus di atas, beranggapan bahwa Guru atau Dosen mereka gila hormat. Sama sekali bukan dengan alasan seorang Guru atau Dosen ingin dihargai tetapi memiliki etika yang baik itu juga merupakan tujuan sebuah pendidikan.

Hidroponik

Tulisan mengenai cara bertanam hidroponik pernah saya tulis di sini. Nah, untuk mereka yang ingin mencoba memulai hidroponik untuk konsumsi rumah tangga, berikut ini adalah beberapa persiapan yang bisa dilakukan:

1. Wadah plastik, bisa beli di pasar.
wadah3
2. Imfrabord, bisa beli di toko buku. Potong seukuran tutup wadah. Lubangi seukuran netpot. Lubang itu nantinya untuk meletakkan netpot.
imfrabord2

Imfrabord ini juga bisa diganti dengan gabus. Pilih yang tebal. Kemudian lubangi sesuai ukuran netpot.
gabus

Wadah dan tutupnya akan tampak seperti gambar di bawah ini.
wadahdantutup

3. netpot, pot kecil yang berlubang. Oya, untuk netpot juga bisa diganti dengan gelas plastik bekas minuman. Beri lubang di bawah untuk tempat mengkaitkan sumbu kompor dan beri lubang di samping kiri dan kanan gelas plastik.
netpot
4. Kain flanel atau sumbu kompor.
flanel
5. Rock wool. Rock wool ini media untuk menyemai bibit.
rw
6. Nutrisi AB Mix
Nutrisi AB Mix adalah nutrisi yang diperlukan untuk bertanam hidroponik. Nutrisi ini bisa diperoleh di sini atau di sana. Jika kesulitan untuk memperoleh perangkat di atas, Anda juga dapat memesannya melalui kedua link di atas tadi. Pesanan Anda akan dikirim melalui paket.

Nah, bagaimana cara bertanam hidroponik, silakan Anda baca di postingan saya sebelumnya ya.
Selamat berkebun hidroponik.

Oya, ini hasil kebun sayur hidroponik saya. Segar, bersih, dan tentu saja rasa puas akan hasil panen sendiri 🙂
hidro13 hidro6
hidro1 hidro3