Ada Lovelace dan Perpaduan Seni dengan Sains

MTE4MDAzNDEwODQwOTQ2MTkw
dokumentasi dari sini

Ada Lovelace adalah putri pasangan Lord Bryon, seorang penyair dan Annabella Milbanke. Annabella berasal dari keluarga kaya dengan berjibun gelar. Semenjak belia Annabella memperoleh pelajaran matematika. Byron adalah laki-laki rupawan, menggoda, galau, pemurung, dan senang berganti-ganti pasangan. Ia dipuji oleh para penggiat dan penggila sastra di London. Perkawinan antara Byron dan Annabella pada akhirnya tidak dapat dipertahankan ketika Annabella mengetahui sang suami berselingkuh dengan kakak tirinya. Ia pergi dan membawa Ada, putri satu-satunya. Demi menghindari Ada menjadi seperti ayahnya, Lady Byron menyuruh putrinya tekun belajar matematika, seolah-olah matematika merupakan obat penawar imajinasi puitis nan beracun.

Ada memiliki emosi pasang surut secara dramatis, kegembiraan yang membuncah secara tiba-tiba berubah menjadi kesedihan dalam sekejab (yang diwariskan dari ayahnya). Ia juga menderita berbagai penyakit, baik secara fisik maupun psikologis.

Ada akhirnya menerima keyakinan ibunya bahwa karakter turunan Byron dapat dijinakkan dengan menceburkan diri ke dalam matematika. Pada usia 18 tahun Ada memutuskan untuk mempelajari cabang-cabang matematika secara lebih giat ketika ia terinspirasi Mesin Selisih Babbage.

“Saya harus berhenti menginginkan kehidupan yang tujuannya semata-mata demi mencari kesenangan atau memuaskan diri sendiri. Saya merasa satu-satunya cara untuk mengendalikan imajinasi saya yang liar ialah dengan mempelajari kajian ilmiah secara seksama dan sungguh-sungguh…Yang pertama tebersit di benak saya ialah belajar matematika.” (halaman 7. The Innovators).

Matematika adalah obat mujarab yang diyakini oleh Ada dan tutornya untuk menyembuhkan siapa saja dari gairah artistik dan romantis yang berlebihan.

Minat Ada terhadap teknologi tumbuh saat ibunya mengajak berkeliling kawasan industri Britania untuk melihat berbagai pabrik dan mesin anyar. Ada sangat terkesan dengan mesin tenun otomatis yang menggunakan kartu berlubang untuk menghasilkan kain dengan motif tertentu.

Ketertarikan Ada terhadap sains terapan semakin dalam ketika bertemu dengan Mary Sommerville, matematikawan dan ilmuwan terkemuka Britania. Sommerville menjadi teman, guru, dan mentor bagi Ada. Ada juga meminta kesediaan Babbage menjadi tutornya namun Babbage menolak. Keputusan itu ternyata justru membuka jalan bagi kolaborasi yang lebih pada masa mendatang.

Ada bukan seorang matematikawan yang hebat namun ia murid yang antusias, mampu mencerna konsep-konsep kalkulus paling mendasar, dan berkat pembawaannya yang artistik, gemar memvisualisasikan kurva naik-turun yang dijabarkan persamaan matematika. Kemampuan Ada mengapresiasi keindahan matematika merupakan anugerah yang jarang dimiliki, termasuk oleh mereka yang menganggap diri cendekiawan. Ada menyadari bahwa matematika adalah bahasa yang indah, bahasa yang dapat menggambarkan harmoni semesta dan adakalanya puitis.

Kendati ibunya sudah berusaha keras, Ada tetaplah putri ayahnya. Berkat sensibilitasnya yang puitis, Ada dapat memandang suatu persamaan sebagai sapuan kuas yang menggambarkan kemegahan alam, sebagaimana dia bisa memvisualisasikan “laut merah anggur” atau wanita yang “berjalan secantik malam”.

Bagi Ada, matematika memiliki unsur spiritual. Matematika “adalah satu-satunya bahasa yang memadai untuk mengekspresikan fakta-fakta penting mengenai alam semesta” dan matematika memungkinkan kita untuk menggambarkan “perubahan relasional” yang terjadi di jagat raya. Matematika merupakan “instrumen bagi pikiran manusia yang terbatas untuk membaca karya Penciptanya secara paling efektif”.

Dalam sebuah esainya Ada menulis, “Apa itu imajinasi? Imajinasi adalah keterampilan untuk meramu; kemampuan untuk meracik aneka hal, fakta, ide, dan konsepsi sehingga menghasilkan kombinasi anyar yang orisinal dan beragam…Imajinasi adalah teropong untuk melihat yang tak kasat mata di sekitar kita, teropong dunia sains.” (hal 11)

Dan Ada membuktikan bahwa imajinasinya yang meletup-letup melampai semua orang di jamannya. Ada mampu melihat masa depan yang diangankannya dalam Mesin Analitis Babbage. Bagi Ada, mesin tersebut tidak hanya mampu untuk menghitung angka dan menjalankan operasi matematika (seperti keinginan Babbage) namun juga berpotensi untuk memproses notasi simbol apapun, termasuk notasi musik dan artistik.

Terinspirasi penggunaan aljabar dalam logika formal yang diajarkan oleh tutornya de Morgan, Ada menegaskan bahwa pada prinsipnya Mesin Analitis bisa menyimpan, memanipulasi, memproses dan menindaklanjuti apapun yang dapat diekspresikan sebagai simbol, entah itu kata, logika, musik, ataupun yang lain-lain.

Pemahaman di atas merupakan konsep inti yang menggerakkan abad digital: konten, data, atau informasi apa saja-musik, teks, gambar, bilangan, simbol, suara, video-dapat dieskpresikan dalam format digital dan dimanipulasi oleh mesin. Konsep inilah yang luput dari pengamatan Babbage yang fokusnya tercurah semata-mata hanya pada bilangan.

Kontribusi Ada untuk era digital memang spektakuler sekaligus inspiratif, walau untuk mewujudkan itu dibutuhkan waktu seratus tahun.

Diadaptasi dari buku The Innovators.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *