Partner adalah filter bagi saya, dimanapun. Ketika saya menceritakan kepadanya bahwa saya berdebat dengan kawan di sosial media, ia akan mengingatkan karena ia tahu bahwa saya pasti akan menyesali konfrontasi yang terjadi. Memang betul sih :). Tapi tujuan saya sebenarnya bukan untuk berkonfrontasi, saya hanya ingin sekedar mengungkapkan pendapat saya. Itu saja. Tidak pernah ada niatan untuk merasa lebih unggul atau lainnya.
Kata partner, lebih baik bagi saya menulis di blog dan bukan di sana. Sosial media adalah tempat terbatas untuk kita menuangkan pemikiran. Sepertinya saya akan menuruti partner, dan saya akan memulainya di blog ini.
Kita memang hidup dalam ketidaksempurnaan. Maka, kita tidak bisa berharap segalanya berjalan sempurna. Yang bisa kita lakukan adalah membentuk sebuah lingkungan yang baik. Bagaimana caranya? Ini kata partner.
Mulai dari diri sendiri. Dan karena saya sering menggunakan sosial media facebook untuk berbagi maka saya akan memulainya dari sini. Sebenarnya saya sudah mencoba juga, tetapi ada kalanya terbawa arus juga :). Ah, manusia.
Pertama, gunakan facebook untuk berbagi berita, artikel, tulisan yang baik. Tulisan yang mengajak berantem lebih baik tidak perlu di share. Tulisan seputar prestasi remaja-remaja Indonesia, guru berprestasi, dan yang seperti itu layak di share dan di repost, kalau perlu :). Mengapa yang baik? Kata partner, berita buruk akan membuat orang berpikir bahwa, “oh, melakukan itu nggak pp.” Maka, lihat dampaknya.
Berita baik yang disiarkan terus menerus akan mengubah cara pandang kita. Sebagai contoh, Jokowi. Berita seputar Jokowi yang baik akan membuka mata bagi yang lain bahwa kesederhanaan, kejujuran, kerja keras adalah sifat-sifat yang dirindukan dan diimpikan oleh rakyat Indonesia untuk seorang pemimpin. Lihat efeknya. Berbagai media akan mencari tahu dan mengulas pemimpin-pemimpin (yang sebenarnya banyak hanya saja tidak pernah tampil di permukaan karena barangkali selama ini media terlalu sibuk dan asyik dengan berita-berita korupsi dan berita sampah lainnya) dengan karakter serupa. Dan akan banyak calon pemimpin yang terinspirasi dan terdorong untuk menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik.
Kedua, hindari menulis status yang mengundang konfrontasi. Dan juga, komentar yang menyindir atau mengajak berantem. Abaikan saja. Karena, menulis status itu acapkali tidak bisa menggambarkan pemikiran kita sepenuhnya. Kadangkala, informasi sepenggal yang tertangkap itu bisa melahirkan persepsi yang berbeda. Jangankan tulisan, berkomunikasi lisan saja kita seringkali salah menafsirkan.
Ketiga, pamerkan saja foto koleksi tanaman dan buku :).
Kata seorang pakar, untuk mempengaruhi orang lain itu mudah. Masa? Hehe.
Mau tahu trik saya untuk memancing murid-murid memiliki ketertarikan pada bacaan? Begini, di sela-sela jam mengajar saya sering menceritakan tokoh-tokoh terkemuka. Karena mata pelajaran yang saya ampu adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi, maka saya akan bercerita tentang tokoh pencipta facebook, google, tokoh-tokoh IT dan berita terbaru dunia IT yang semuanya saya peroleh dari buku bacaan. Sambil bercerita tak lupa berikan judul bukunya.
Nah, demikian juga di sosial media. Saya seringkali memasang foto buku yang sedang saya baca atau saya koleksi. Selain itu, saya juga suka menulis kutipan dari buku-buku yang sedang saya baca. Cara ini memudahkan saya ketika membuat review buku tersebut nanti. Saya pun ada kalanya tertarik dengan sebuah buku oleh karena status kutipan sebuah buku yang dibuat oleh kawan-kawan saya.
Ingin mengajak orang lain peduli lingkungan? Pasang saja foto koleksi tanaman kita. Selanjutnya, akan banyak kawan-kawan kita yang tergerak untuk memulai berkebun.
Ya, kita semua saling mempengaruhi. Selama mempengaruhi untuk hal-hal baik, tak apa, bukan? 🙂
Jadi, kembali lagi, pada akhirnya nasihat yang berhasil itu adalah teladan.
Mari kita memperbaiki diri selalu untuk menjadi lebih baik. Kalau sesekali kita khilaf itu adalah manusiawi. Sangat manusiawi malah, kita kan bukan malaikat. Aneh nanti kalau tidak pernah melakukan kesalahan, dan itu tidak akan mungkin selama kita menjadi manusia 🙂