Category Archives: Uncategorized

Komik Petualangan Fibouli

Cerita anak yang saya kirim untuk Indonesia Bercerita dibuatkan komiknya. Dan sang komikus adalah kakak yang mengaku namanya Cah Ndableg. Sayang saya tidak berhasil menemukan nama asli Beliau.

Cerita dengan judul “Petualangan Fibouli’ ini bercerita tentang seekor ikan yang terdampar ke laut dalam setelah terjadi gempa hebat di laut tempat tinggalnya. Ceritanya dapat di baca di sini. Jika ingin memberikan komentar, baik berupa kritik atau saran tentu diterima dengan senang hati.

Dan yang ingin melihat komiknya, sila buka link berikut ini.
1. Petualangan Fibouli, bagian 1
2. Petualangan Fibouli, bagian 2
3. Petualangan Fibouli, bagian 3
4. Petualangan Fibouli, bagian 4
5. Petualangan Fibouli, bagian 5
6. Petualangan Fibouli, bagian 6.The End

Teman juga dapat melihat karya komik lainnya loh di sini.

Selamat membaca.

update
Yang ingin membeli buku Kumpulan Cerita Anak dari Indonesia Bercerita, yang juga di dalamnya ada cerita Petualangan Fibouli ini, sila klik di sini.

Being Different is not all bad

Kutipan bagus dari novel Dead Poets Society.

Do not just do what others are doing just because they are doing it. Step back and make sure what you are doing makes you feel whole.

“Two roads diverged in the wood and I, I took the one less traveled by, and that has made all the difference.”

Satu lagi kutipan menarik yang mengajak kita untuk mengambil jalan yang kita rasa benar dan baik untuk kita, tak perduli banyak orang yang mengatakan itu sebagai suatu kesia-siaan belaka.

“… carpe diem, seize the day boys, make your lives extraordinary.”

Do not be afraid to pursue your passion. Take control of every single day and bend it to your will.

Thanks to my books for remind me, always.

Training Guru #2

Setelah sempat terhenti beberapa lama, rencananya besok pelatihan untuk guru-guru akan dimulai kembali. Senang melihat antusiasme guru-guru. Ikut bahagia juga melihat beberapa guru sudah mulai banyak yang menenteng notebook. Lab komputer sudah menjadi tempat persembunyian nyaman buat para guru yang asyik mengetik dan bertanya ini itu. Pun ruang staf, lab IPA, dan di mana saja :). Seperti siang ini, ketika melihat saya ada di ruang staf, seorang Ibu langsung saja mengeluarkan notebook dari tas nya, dan bertanya bagaimana cara terhubung ke internet. Yup, saya harus mengalah sebentar :).

Akses internet di sekolah saya unlimited. Sayangnya, akses yang tak terbatas ini jarang dimanfaatkan oleh para guru. Bukan karena mereka tidak tertarik, tapi kebanyakan karena belum mengetahui caranya. Namun sekarang ini, mereka sudah mulai belajar menggunakan internet. Mulai mencari informasi, gambar, dan belajar mengunduh materi-materi pembelajaran. Beberapa mulai mempunyai email. Dan saya liat beberapa orang sudah mulai asyik dengan internet. Ada yang selalu menengok situs almamater sekolahnya dan turut berpartisipasi di sana.  Untuk ulangan harian, midtest, dan remedial guru senior TIK di sekolah ini sudah menggunakan blog sebagai media pengganti kertas soal.

Tidak ada kata terlambat untuk belajar, bukan?

Nah, sekarang saya harus mempersiapkan materi buat pelatihan besok. Guru-guru request diajarkan program pengolah angka dan internet nih. Hmm, mungkin nanti saya coba tularkan virus nge-blog juga untuk mereka ;-).

Foto Bareng Andrea :)

Akhirnya berhasil juga berfoto sama makhluk satu ini. Sayangnya, tak kubawa pula buku tetralogi laskar pelangi karangan Beliau :). Hore, satu lift juga. Duh, kok jadi deg-deg an gini ya :D. Dengan malu-malu tapi mau, kuberanikan diri meminta doi membubuhkan tanda tangannya di tas souvenir hasil pemberian nonton bareng klub guru dengan laskar pelangi. Tak ada rotan akar pun jadilah. Nggak punya buku tas pun jadi sasaran. Nyatanya, ibu-ibu di sebelahku ikut-ikutan. Yeee… :). Ajak ngobrol nggak ya? Hitung kancing dulu. Ah, cuek deh. Dengan suara setengah tertahan, kataku “Kapan mas Andrea buku Maryamah Karpov nya keluar”.  ‘Bulan November ya”, jawabnya dengan tersenyum. Duh, ramah nian makhluk ini. Senyumnya… cckk..cckk… bikin klepek-klepek aja (hahaha). Ngomong apalagi ya? Duh, sial dia sama teman-temannya sih. Jadi ngebayangin: Andaikan aku sama dia aja berdua di dalam lift. Terus lift nya mati bentar aja :). Terus.. terus… wakakakakk (nggak ding, ini mah boongan, asli 🙂 ).

Yah, nih lift bentar banget sih kok tau-tau udah sampai. Ya, tak apalah setidaknya udah bisa foto dan minta tanda tangan. Berhubung tanda tangannya di atas tas, dengan hati-hati aku perhatiin tuh tas biar tinta pulpen nggak mbeleber kemana-mana.. hihihi.. segitunya. Pokoknya mah sepanjang jalan repot dan riweuh sama tuh tas :). Tak lupa sambil senyum-semyum (lha?senyum sama siapa? kkekekk). Sampai-sampai partner yang dari tadi menanyakan aku mau makan dimana, nggak aku jawab. Aku bilang sama dia, “dimana aja deh. Duh, nggak bisa jawab nih, lagi excited banget”. Doohh. Hehehe. Serasa abg aja aku :). Partner senyum sambil ketawa-ketiwi gitu. Pasti ngetawain aku ya? *melirik dengan kejam*.  Ah, biar ah. Pokoknya hari ini mau nyanyi lagunya dora. Berhasil..berhasil…yeeahh 🙂

Buku dalam Kehidupan

Tergelitik membaca tulisan Novi di sini, saya jadi teringat masa kecil dulu. Seringkali saya bersyukur bahwa saya dilahirkan pada masa-masa dimana siaran TV dan segala pernak-pernik hiburan belum segencar saat ini. Karenanya, buku adalah suatu kemewahan dan hiburan yang paling mengasyikkan.

Awal-awal sekolah dasar adalah perkenalan saya dengan buku-buku karya Enid Blyton. Hampir semua koleksi Blyton saya punya, dari Lima Sekawan, Sapta Siaga, Mallory Towers, dan Pasukan Mau Tahu. Lainnya komik lima benua dan seri penemu. Hmm, bisa dibilang ketertarikan saya pada alam dan petualangan adalah hasil didikan Blyton dan terutama buku Lord Baden Powell. Buku terakhir ini sangat mempengaruhi kehidupan saya. Kecintaan saya pada kegiatan kepramukaan sangat dipengaruhi Bapak Pandu Sedunia ini. Senang rasanya mengalami jurit malam, berkemah, belajar tali temali, semaphore, menyelusuri hutan dan kegiatan alam lainnya. Pokoknya excited banget deh, serasa petualang beneran walaupun sebenarnya saya penakut :). Saya juga pernah bercita-cita menjadi penemu, terinspirasi oleh cerita-cerita yang ada di seri penemu. Ingin bisa seperti James Watt, Edison, Wright Bersaudara dan Curie. Hehehe. Namanya juga anak-anak, boleh donk berkhayal :). Lain hari saya ingin jadi perawat seperti Florence Nightingale.

Memasuki masa sekolah menengah pertama buku bacaan saya beralih pada karya Agatha Christie (masih tetap cerita detektif juga :)). Dan buku sastra karya N.H.Dini, Ajip Rosidi, Buya Hamka, Kahlil Gibran, dan lain-lain. Waktu itu sih saya tidak tahu kalau itu karya sastra. Berhubung di rumah koleksi buku orang tua dan kakak saya banyak, maka buku apapun saya baca (Ini sih memang karena tidak ada hiburan lain maka membaca jadi semacam rutinitas yang memabukkan 😉 ).  Termasuk buku Anne Frank dan catatan harian Soe Hok Gie.

Memasuki awal sekolah menengah atas, ada kejadian yang tiba-tiba membuat saya ngetop mendadak *halah*. Saat itu guru bahasa Indonesia mewajibkan setiap anak membaca buku karya sastra dan kemudian membuat resensi nya. Beberapa buku yang Beliau sarankan terdengar familiar untuk saya. Tentu saja, karena saya sudah pernah membacanya. Mendadak buku-buku tersebut stok nya abis di perpustakaan. Beberapa teman yang mengetahui saya mempunyai koleksi buku di rumah langsung meminjam. Omongan dari mulut ke mulut menyebar ke kelas-kelas lain. Tiba-tiba saja banyak teman baru yang mencari saya. Hmm, mungkin seperti ini rasanya jadi seleb ya? 😉

Suatu ketika saya sedang membaca di jam istirahat (Oya, kalau anak-anak lain kabur ke kantin pas jam istirahat saya tetap anteng di kelas, membuka bekal roti yang telah disiapkan oleh Ibu dan mulai asyik membaca. Kalau sekarang pasti dikomentarin ‘nggak banget’ kali ya? hehehe), seorang teman menyeletuk seperti ini ‘Ada gambarnya nggak?’ Saya yang nggak mudeng dengan pertanyaannya saat itu cuma diam saja sampai akhirnya dia mengulangi pertanyaannya ‘Ada gambarnya nggak di buku itu? Kok tebel banget’. Oalah, mungkin dia kira ini buku komik kali ya? Waktu itu kalau tidak salah saya baca buku Opera Jakarta yang tebalnya ampun-ampunan. Kaget lagi dia waktu saya baca buku penjara Alcatrax. Entah apa yang ada di pikirannya saat itu, diantara puluhan anak perempuan mungkin saya jadi makhluk aneh kali ya? 🙂

Tapi, kenangan bersama buku-buku itu senantiasa lekat. Lembaran-lembaran pada setiap halamannya terkadang masih melintas dalam ingatan. Pesan moral pada setiap buku adalah pelajaran bagi saya bagaimana menjalani kehidupan ini dengan terus bersyukur setiap waktu.

Jakarta, Kami Datang

Kabar lanjutan dari lomba cerdas cermat tingkat provinsi. Hari jumat murid-murid sekolah terbuka yang diwakili oleh kelompok juara pertama (Erni, Cyndi dan Fajar) mulai berlomba kembali. Selama 3 hari, dari tanggal 4 sampai dengan 6 Juli mereka menginap di puri khatulistiwa bersama wakil-wakil juara dari kota-kota jawa barat lainnya. Setelah lolos di babak penyisihan dan semi final, tim ini akhirnya memastikan diri mereka berhasil mengusung piala dan tiket ke tingkat nasional. Itu artinya, mereka akan ke Jakarta. Wow, hadiah yang sangat manis dan membanggakan. Ada rasa haru dan kebahagiaan yang tak terbayarkan oleh apapun. Terima kasih rekan untuk semua doa dan support-nya. Insya Allah, lomba motivasi belajar mandiri tingkat nasional ini akan berlangsung dari tanggal 14 sampai 18 Agustus, di Jakarta. Doakan kami ya.

image006.jpg juara11.jpg

Veni Vidi Vici

Alhamdulillah, Sekolah Terbuka Firdaus memenangkan lomba cerdas cermat yang berlangsung hari Senin, tanggal 23 Juni kemarin. Laporan lengkapnya bisa dilihat di sini. Selanjutnya, mereka harus menyiapkan diri untuk lomojari ke tingkat provinsi tanggal 4 Juli. Kami punya waktu sekitar 2 minggu. Teman, terima kasih doa dan supportnya. Terus doakan kami ya.

smpt2.jpg smpt5.jpg

smpt6.jpg smpt1.jpg

Keterangan gambar: (dari kiri ke kanan)

  1. Suasana lomba di babak pertama.
  2. Sang juara pertama (Fajar, Erni, dan Cyndi)
  3. Juara ketiga (Imam, Nina, dan Yuli)
  4. Bersama Bapak dan Ibu guru

Kembali ke …. Kereta Api

Naiknya BBM mau tidak mau berimbas pada kenaikan tarif jasa travel. Buat aku yang hampir setiap minggu bolak balik Bandung-Jakarta tarif Rp.70.000 (pasca kenaikan BBM) lumayan juga. Minggu lalu akhirnya aku putuskan mencoba naik kereta api lagi. Sampai sana, loket antrian sepi. Tapi, jangan bayangkan tiket masih banyak. Semua tiket habis terjual. Tinggal kelas ekonomi. Aku sampai stasiun jam 15.30 dan dapat tiket keberangkatan untuk jam 16.40. Wah, ramai euy stasiun. Mungkin semua orang mempunyai pikiran yang sama denganku ya? :). Terlalu lama juga kalau aku menunggu. Terpikir untuk mengembalikan tiket dan memilih ke gambir. Kali saja aku bisa mendapat jadwal keberangkatan lebih awal. Tapi, tak jadi, karena mendapat informasi dari kasir kalau semua tiket yang dijual di gambir habis. Kalau pun masih ada ternyata jadwalnya lebih malam. Bahkan ketika di kasir pun aku mendapati penumpang yang sudah tidak kebagian tempat duduk. Hm, kereta api menjadi primadona. Kembali ke masa-masa lalu.

Sebelum memutuskan naik kereta api aku sudah mencari informasi mengenai jadwal dan tarif KA Parahyangan di internet. Ada juga kontak CS nya. Oke. Aku coba telpon ke sana. Tak lama telepon diangkat. Semua pertanyaan dilayani dengan baik. Aku juga menanyakan bisa tidaknya pembelian tiket secara online. Ternyata, bisa tuh. Belum mencoba sih, tapi sepertinya boleh dicoba. Untuk pembelian secara online akan dibebankan biaya tambahan sebesar Rp. 7.000.

Hm, sepertinya kereta api akan kembali menjadi langgananku. Walau jarak tempuhnya masih 3.5 jam. Tak apalah. Paling tidak bisa lebih menghemat. Naik travel sesekali saja jika memang mengejar waktu (Memangnya waktu bisa dikejar? hehehe). Maaf ya travel, aku absen dulu sementara. Abis dikau naiknya nggak kira-kira.

Heran aja, kenapa travel yang memberikan harga khusus ke membernya itu kok naiknya gede banget ya? Kalau boleh menyarankan dengan status member naiknya mbok jangan banyak-banyak. Tambah 5000 aja masih ok. Kalau 10000? Wah.

SMP Terbuka Firdaus

Petikan kisah Sekolah Menengah Pertama Terbuka Firdaus.

“SMP Terbuka ini awalnya gagal diwujudkan karena jumlah murid yang mendaftar kurang dari 10” , kata Ibu Ida Sitompul, penggagas sekolah terbuka di daerah Arcamanik, Bandung. Tahun berikutnya, Ibu Ida dan rekan-rekan kembali mengajukan pembentukan SMP Terbuka dan berhasil mengumpulkan 11 murid. Hm, mirip ceritanya Laskar pelangi? Betul, karena persyaratan jumlah murid itu adalah ketentuan yang berlaku umum untuk pendirian sebuah sekolah. Sekolah ini sudah berjalan selama 2 tahun. Dan saat ini sudah ada 2 kelas yang terdiri dari kelas 7 dan 8. Ada sekitar 18 murid untuk kelas 1 dan 19 murid untuk kelas 8. Darimana mereka berasal? Mereka adalah anak-anak yang direkrut Ibu Ida dari kalangan marginal.

Sulitkah membuat mereka mau bersekolah? Tentu ibu Ida punya banyak cerita mengenai hal ini, karena Beliau lah orang yang mau bersusah-payah menjemput anak-anak itu untuk kembali ke sekolah ketika perlahan-lahan satu persatu dari mereka tidak lagi datang dan belajar.

Saya sendiri baru bergabung di sekolah ini tahun ajaran yang lalu. Saat itu bu Ida menawari saya untuk membantu beliau mengajar di sini. Sebuah kemajuan yang patut dibanggakan, karena kami sekarang sudah mempunyai lab komputer dengan bantuan dari para donator. ISNET, salah satunya, komunitas muslim dari mereka yang belajar dan tinggal di LN. (Oh ya, bu Ida sendiri adalah anggota ISNET. Beliau sendiri pernah 10 tahun tinggal dan belajar di Purdue, Indiana, Amerika Serikat. Tolong dikoreksi kalau saya salah).

Untuk pelajaran TIK sekarang kami sudah bisa praktik langsung dengan komputer. Wah, anak-anak senang lho, sampai terkadang harus diingatkan untuk kembali ke sekolah karena masih ada jam pelajaran lain yang harus mereka ikuti.

Saat ini saya bersama rekan-rekan mahasiswa dari ITB saling membantu untuk memberi kan materi pembelajaran TIK. Berikut ini adalah foto-foto kegiatan pembelajaran lab komputer di SMP Terbuka.

image028_1.jpg image029_1.jpg image030.jpg

Ada juga foto-foto Bapak Ibu guru dan murid-murid dari kelas 7. Hm, keren, tidak? 🙂

image031.jpg image032.jpg image033.jpg